Kesunyian adalah tanah tempat jiwa ditanam sebagaimana layaknya benih. Tempat itu laksana tempat pembuangan dan pengasingan, di dalamnya jiwa mengalami keharuan, kesakitan, penderitaan dan kesengsaraan yang gegap gempita dan kadang nyaris tak tertahankan. Pada titik dimana ketahanan sang jiwa terhadap masa hukuman itu telah berada pada titik paling memuakkan dia akan mulai mempertanyakan eksistensinya: "Berada di bagian manakah aku dalam konstelasi jagad raya ini?" Pertanyaan itu sendiri adalah kesakitannya yang paling sakit dan rintihannya yang paling memilukan telah memulai usaha pemberontakannya, sebuah upaya pelarian dari tanah pengasingan, menjawab pertanyaannya sendiri bahwa kemengadaannya adalah nyata. Kemudian tanah itu akan terbuka dan dunia akan melihat bahwa telah ada tunas yang terlahirkan. Tunas itu adalah penyair.
Tetapi di dalam tanah pembebasan itu kesengsaraan, kesakitan dan penderitaan itu tetap mengikutinya seperti rantai yang mengikat kakinya. Hanya saja perbedaan kesengsaraan dan kesakitan itu adalah karena mereka telah mengambil bentuk lain. Kesunyian itu telah beranjak dari kedalaman dan kegelapan tanah menuju tempat dimana matahari menyinarinya dan memperlihatkan bentuk rupanya dengan lebih sempurna. Tapi mereka tetap memiliki substansi yang sama.
Kesunyian selalu ditemukan dimanapun penyair berada. Untuk menyembuhkan diri dari kesunyian itu penyair menulis, sebagai penggambaran pemberontakannya pada tanah yang gelap, tetapi saat lukanya telah mereda, eksistensinya mulai mengambil alih. Di tanah pembebasan, tunas itu menjadi pohon dan menghadapi kesunyian lain: keramaian dan keriuhan eksistensinya dalam konstelasi jagad raya. Ini tidak dapat dielakkan, penyair adalah apa yang sedang mencoba untuk sembuh tetapi kepenyairan adalah bentuk pembebasan baru bagi kesunyian.
Jadi jika penyair ingin "menebang" kesunyian maka menulislah dia untuk menumbuhkan pohon baru tetapi setelah menjadi penyair dia tidak pantas mengeluh pada tunas-tunas kesunyian yang tumbuh akibat "tebangannya", dia juga tidak pantas "menebang" dirinya sendiri. Pemberontakan menimbulkan kemapanan dan kemapanan menimbulkan pemberontakan baru. Begitulah hukumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar