Orang bilang cinta adalah hal terbenar dalam hidup manusia.
Karena dianggap merupakan suatu kebenaran maka setiap orang cenderung untuk mewujudkan cintanya bahkan dengan cara yang salah sekalipun.
Saya memperoleh dua ungkapan diatas dari bacaan yang saya baca beberapa waktu yang lalu. Saya pribadi menilai cinta sebagai sesuatu yang nyaris bersifat spiritual. Saya pikir cinta adalah sesuatu yang mulia, terhormat dan bermartabat. Cinta seharusnya mendorong orang untuk menjadi lebih baik, meningkatkan nilai dan harkat kemanusiaannya dan menempatkannya pada kualitas pribadi yang lebih tinggi.
Buku yang membahas tentang cinta yang pernah saya baca dan sangat saya sukai adalah Taman Orang-Orang Jatuh Cinta Dan Memendam Rindu-nya Ibnul Qayyim Al Jauziyah. Buku itu membahas masalah cinta dengan pemahaman yang kaya dan mendalam. Dalam buku itu disebutkan sebuah syair, sebuah syair yang sangat membekas di dalam hati saya. Syair tersebut kira-kira dapat diungkapkan seperti ini: Di dunia ini tidak ada orang yang lebih menderita dari seorang pencinta. Kendati dia mendapatkan hawa nafsu sebagai sesuatu yang sangat manis rasanya. Terlihat dia menangis dalam setiap keadaan. Baik karena rindu maupun karena takut berpisah. Dia menangis jika jauh dari orang yang dia cintai karena merasa rindu kepadanya. Dia pun menangis saat dekat dengan orang yang dicintainya karena takut berpisah dengannya. Saya pikir syair itu mewakili dengan sangat tepat tentang keindahan sekaligus penderitaan dari cinta.
Jika cinta merupakan suatu kebenaran kenapa di dalamnya terdapat rasa sakit? Itu pertanyaan yang kemudian muncul menanggapi ungkapan yang ada pada bagian pertama tulisan ini.
Saya pribadi berpikir rasa sakit yang muncul dari rasa cinta itu adalah akibat dari ikut berperannya rasa memiliki di dalam cinta. Rasa memiliki cenderung menyebabkan seseorang ingin mempertahankan sebuah keadaan dimana dia dan sesuatu yang menurutnya dia miliki itu berada pada tahap paling indah, paling menyenangkan dan paling stabil. Padahal dunia ini selalu berubah dari detik ke detik dan tidak ada satu hal pun yang bisa terhindar dari perubahan itu. Antara keinginan dan kenyataan ternyata berbeda sehingga menimbulkan kesedihan. Kita lihat orang seringkali membenci waktu karena waktu terlihat seperti sebuah sosok yang merenggut kestabilan yang dia inginkan berlaku bagi dia dan orang yang dia cintai itu. Karena membenci waktu maka dia berusaha sekuat tenaga untuk memanipulasinya dengan bersikap seakan dia dan kekasihnya adalah dua orang yang tetap seperti sebelumnya. Manipulasi ini menimbulkan kelelahan dan kembali lagi saat berhadapan dengan kenyataan hal itu menimbulkan rasa sakit.
Cinta dan rasa sakit adalah dua hal yang selalu akan saling mengikuti karena rasa memiliki adalah sesuatu yang sama alamiahnya dengan cinta dan rasa sakit itu sendiri. Sebagaimana cinta dan rasa sakit, rasa memiliki bersifat sangat manusiawi. Semua orang punya rasa memiliki tetapi bagaimana dia menyikapi rasa memiliki itu bisa sangat beragam pada masing-masing orang.
Apakah cinta itu selalu benar? Konsep jawabannya mungkin tergantung bagaimana cara seseorang mengapresiasikan cinta itu sendiri. Sebenarnya, merupakan sebuah ketidakadilan jika kita berpikir cinta yang kita miliki lebih mulia dari cinta orang lain, tetapi cinta itu adalah sesuatu yang tersimpan di dalam hati, kita tidak tahu dalamnya hati orang tetapi kita bisa melihat apa dampaknya bagi tingkah laku orang tersebut. Tingkah laku inilah yang sering kita anggap sebagai apresiasi orang tersebut terhadap suatu nilai tertentu yang dia yakini.
Saya sendiri menyadari, meskipun dengan berat hati, bahwa di dunia yang ya gitu deh ini ada cinta yang dinilai dengan begitu haram dan jahanam. Cinta semacam ini diapresiasikan dengan cara yang tidak lebih dari memperlihatkan kebejatan moral saja. Tentu saja cinta semacam ini pengertiannya bisa sangat berbeda dari pengertian yang ada pada bagian awal tulisan ini, baik pengertian secara harfiah maupun nirharfiah.
Kalau diandaikan dengan istilah kuliner maka cinta itu lebih merupakan taste (cita rasa) dibanding ingredient (bahan). Dalam pembicaraan mengenai taste maka yang dibicarakan adalah masalah selera. Tidak peduli bagaimana komposisi ingredient-nya, apakah baku atau tidak baku, apakah lazim atau tidak lazim, asalkan menghasilkan taste yang diinginkan maka recipe itu bisa dibilang acceptable. Saya mengenal seseorang yang hanya mau minum kopi yang dibuat berdasarkan ritual ini : kopi bubuk 3 sendok kecil dan gula 2 sendok kecil dituang dalam air panas tiga per empat cangkir dan susu seperempat cangkir, dan diaduk searah jarum jam selama satu menit. Sementara saya sendiri walaupun disuguhi kopi kualitas paling tinggi sekalipun saya akan lebih memilih segelas air mineral. Jadi kadang-kadang cinta itu hanyalah masalah acceptable atau tidak.
Cinta sebagai sebuah entitas merupakan sebuah ide yang sangat mulia. Dia terlepas dari keberadaan passion (hasrat) bahkan sense of belonging (rasa memiliki). Tetapi ketika kita, manusia yang ya gitu deh ini, mencintai maka keberadaan cinta itu bukan lagi menjadi ide yang semulia itu. Cinta tidak dapat hidup sendiri menjadi sebuah makhluk yang mandiri tetapi ketika manusia memilih, atau tanpa sadar terjerumus, untuk mencintai maka cinta itu kemudian melekat pada sisi-sisi kemanusiaannya. Hal itulah yang kemudian memungkinkan timbulnya kesalahan bahkan kejahatan dalam cinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar