Minggu, 27 Januari 2008

SEJARAH


Beberapa hari terakhir saya merasa aneh sekali. Sepertinya saya selalu punya waktu luang tak peduli betapapun banyaknya hal yang saya kerjakan. Seorang teman saya bilang itu karena saya terlalu peduli pada detail. Tapi saya rasa itu lebih karena saya menyadari dan menghayati kehadiran waktu.

Saya rasa setiap orang punya persepsi berbeda tentang waktu. Panjang pendeknya tergantung bagaimana seseorang menghayatinya. Mungkin Einstein dan teori relativitas-nya itu merupakan gambaran paling ilmiah dari seseorang yang berusaha menggambarkan keadaan itu dengan satu kalimat saja.

Kadang-kadang aku bertanya-tanya bagaimanakah proses terbentuknya sejarah, sementara pada kenyataannya sejarah adalah apa yang baru bisa dilihat dan dikaji begitu telah terjadi. Saya pikir sangat jarang ada orang yang menyadari bahwa dia sedang menciptakan sebuah sejarah baru kecuali orang yang sangat optimis barangkali. Sejarah mungkin bisa disebut bagian yang paling aneh dari waktu, tidak dipedulikan sekaligus tidak terbantahkan.

Beberapa waktu lalu saya membaca buku berjudul Dunia Tanpa Ingatan karya Anton Kurnia. Ini adalah buku berisi kumpulan esai tentang sastra. Secara pribadi saya sangat terkesan dengan Anton Kurnia. Dia menghidupi dirinya dengan hasil tulisannya dan dengan kecintaannya pada sastra. Dia seorang sastrawan sejati. Tetap bisa berbahagia (dengan melakukan pekerjaan yang dicintai) tanpa perlu dibuat resah dengan ketidaksempurnaan dunia, menurut saya hal semacam itu sangat heroik.

Esai pertama di buku itu sangat bagus. Ada hal menarik yang mengganggu pikiran saya setelah membaca buku itu. Pertanyaan saya adalah: Jika tulisan dapat menjadi ingatan tandingan dari ingatan yang sebenarnya, maka apakah ingatan yang sebenarnya itu? Apakah itu adalah kenyataan ataukah sejarah? Reaksi ini hampir sama dengan saat saya membaca bukunya Milan Kundera. Ini semua membuat saya berandai-andai:

Seandainya pada suatu hari saya bunuh diri tanpa sebab. benar-benar tanpa sebab sehingga mencurigakan, sahabat-sahabat saya tersayang mungkin akan menemui psikiater sambil membawa copy dari semua tulisan saya, termasuk catatan ini, dan mereka pasti menyuruh psikiater itu untuk melakukan autopsi psikologis. Psikiater itu mungkin akan memberikan analisa dan menyimpulkan bahwa saya menderits manic depressive, bahwa saya terobsesi pada kematian dan bahwa persepsi saya terhadap realitas mengalami ketidakseimbangan. Dan kalau kesimpulan itu menjadi satu-satunya sebab yang masuk akal sementara tulisan saya, yang menjadi ingatan tandingan dari ingatan yang sebenarnya tentang saya, mendukung hal itu, dan kalau ingatan yang sebenarnya tentang saya menjadi begitu kabur oleh ketidakberadaan saya, pada akhirnya tulisan saya akan merekonstruksikan kehidupan saya dan begitulah yang akan tertinggal dari waktu yang kemudian menjadi sejarah.

Pengandaian di atas sungguh menggelikan sekaligus menakutkan saya.

Pada sejarah terdapat banyak pelajaran tapi saya rasa kesemuanya digolongkan menjadi dua bagian besar yaitu kisah tentang kebaikan seseorang dan kisah tentang kebodohan seseorang. Di antara kisah-kisah itu ada bentuk bualan orang yang oleh orang yang berbudaya disebut sebagai sastra. Walau kebenarannya diragukan tetapi tak dapat saya pungkiri bahwa kisah-kisah dalam sejarah maupun dalam karya sastra cukup mempengaruhi saya. Mungkin benar seperti kata Pablo Picasso bahwa kadang-kadang kebohongan membantu kita untuk lebih memahami kebenaran.

Well, saya rasa semua hal tentang sejarah ini membuat saya pusing. Mungkin ada baiknya saya katakan "Aku sudah cukup menghabiskan seluruh hidupku di dunia jaman sekarang dan dibuat repot olehnya tanpa orang lain perlu melantur tentang sesuatu yang terjadi ataupun yang tidak terjadi di masa lalu".

Tidak ada komentar: