Minggu, 16 Maret 2008

INGATAN


Hari ini saya mengirimkan sms berbunyi "Boleh aku mengambil ingatanmu tentang aku?" ke beberapa orang teman dekat.

Jawaban yang saya peroleh bermacam-macam:
1. What does it mean?
2. Kenapa?
3. Memangnya bisa?
4. Memangnya boleh?
5. Buat apa?
6. Aku tidak siap untuk operasi otak malam-malam begini
7. Apa yang kamu khawatirkan? Aku toh tidak akan mengancammu dengan ingatan itu
8. Mungkinkah kita berteman dengan seseorang tanpa mempunyai ingatan apapun tentangnya?

Well, itulah kesenangan saya akhir-akhir ini, mengganggu orang-orang yang menyebut diri saya sebagai temannya atau lebih tepatnya orang-orang yang selalu saya sebut-sebut sebagai teman saya.

Belakangan ini, barangkali karena saya punya banyak waktu luang hingga bisa mikir yang tidak-tidak, saya sering membayangkan menjadi seorang yang keberadaannya tidak ada di dalam ingatan siapapun. Ada yang kelihatan tidak ada atau tidak ada tapi ada. Kadang-kadang saya berpikir itu adalah konsep yang keren dan membuat iri.

Bagaimanakah sebuah ingatan terbentuk?

Kita, manusia, merupakan makhluk yang penuh dengan fenomena dualisme. Dalam sisi apapun kita selalu punya dua cara pandang: secara konseptual, dalam hal ini segala hal yang bersifat faktual, fisik, empiris dan masuk akal; dan secara konstektual, yang berkaitan dengan perspektif, bersifat sangat personal dan seringkali susah dijelaskan dengan bahasa ilmiah karena melibatkan adanya faktor pengacau paling parah yaitu perasaan.

Ketika berhadapan dengan sesuatu, entah itu orang, peristiwa atau benda, kita hampir selalu menilainya dengan dua cara pandang itu. Sebuah informasi yang masuk ke otak kita pun mengalami proses pemecahan dengan dua program itu. Misalkan ketika saya melihat buah apel, saya akan mendeskripsikannya berdasarkan kesempurnaan bentuknya, kecemerlangan warnanya, kesegarannya dan beberapa fakta tentang buah itu yang telah saya baca dari buku. Tetapi di lain pihak, selain kenyataan bahwa saya tidak begitu suka makan buah apel, kecuali kalau sedang berada di bawah ancaman kekerasan yang dilakukan oleh dokter saya tercinta, dan apel sering saya gunakan untuk obyek lukisan, saya juga menilainya sebagai sesuatu yang melambangkan keintiman, sebuah larangan dan penanda bentuk-bentuk kekecewaan yang berkepanjangan. Bukankah perang Troya itu kalau dirunut berawal dari protes Eris karena tidak diundang pesta sehingga mengirimkan apel emas dan sebagai dampaknya Paris harus terjebak dalam pilihan-pilihan yang rumit? Saya tidak tahu apakah orang lain juga berpikir hal yang sama tetapi saya bisa melihat dampaknya. Misalkan ketika melihat tikus saya dapat secara refleks melakukan hal-hal yang memalukan seperti naik meja umpamanya sementara teman saya biasa-biasa saja saat melihat binatang yang sama.

Saya kira informasi yang kita terima, yang kemudian menjadi data yang tersimpan dalam otak, dan merupakan cikal bakal ingatan, mengalami banyak hal, mungkin semacam adding dan cutting, sehingga seringkali kumpulan data otak tidak berada dalam wilayah realita yang sama dengan ingatan. Ingatan bisa berada di luar konsep ilmiah semacam itu.

Tidak ada komentar: