Selain diri sendiri manusia terbagi antara orang luar dan keluarga.
Hubungan yang kita jalin dengan keluarga adalah hubungan yang sama alamiahnya dengan kehidupan itu sendiri. Mereka ada begitu saja, keinginan kita sama sekali tidak berpengaruh pada keberadaan mereka, kita tidak pernah punya keinginan (termasuk rasa ingin tahu) kenapa ayah kita menjadi ayah bagi kita dan ibu yang itu menjadi ibu kita dan bukannya ibu orang lain. Itu seratus persen kehendak Tuhan.
Keluarga terikat karena hubungan darah, dan darah lebih kental dari air, kita tercipta satu paket bersama mereka. Keluarga adalah sebuah anugerah dimana kita menyikapinya dengan rasa memiliki dan kepedulian yang melebihi hal lain. Hubungan dengan mereka selalu mengacu pada kalimat Disanalah segalanya dimulai bagiku.
Orang luar kita sikapi dengan cara berbeda. Kita memandang mereka berdasarkan bagaimana kita memandang diri kita sendiri. Walau seorang sahabat adalah anugerah dari Tuhan, tetapi bagaimana semua itu berawal tergantung pada keinginan kita.
Pada orang luar kita akan menerapkan penilaian tertentu yang standarnya merefleksikan diri kita. Diakui atau tidak kita menjalin hubungan dengan orang lain berdasarkan alasan dan tujuan tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin mulia alasan dan tujuan tersebut maka semakin mulia bentuk hubungan yang kita jalin.
Bagaimanakah lahirnya persahabatan?
Awalnya jelas sebagai persekutuan untuk menghadapi kesulitan dan bahaya, sebuah persekutuan yang tanpanya orang tidak bisa berkutik di depan lawan-lawannya.
Dalam legenda Yunani, pahlawan perang Achilleus mendapat nasib buruk setelah membunuh Hector demi membalas dendam atas kematian sahabat sepanjang hayatnya, Petrocolus. Dia tahu perang Troya akan menyebabkan kematiannya tapi dia tetap pergi tanpa peduli pada kebenaran ideologi yang dianut pasukannya. Setelah membunuh Hector, panah Paris, saudara Hector, melukai kaki Achilles, yang kebal luka kecuali di pergelangan kakinya, sehingga menyebabkan Achilleus terbunuh.
Pada jaman yang lebih mutakhir seperti sekarang sangatlah disayangkan justru persahabatan telah menjadi sebuah fenomena yang melenyap.
Barangkali sekarang tidak ada lagi kebutuhan vital untuk membentuk persekutuan-persekutuan itu. Meskipun lawan-lawan akan terus ada tetapi tidak kelihatan dan anonim. Keadaan tidak lagi memungkinkan bagi kita untuk mencari-cari sahabat yang terluka di medan perang atau menghunus pedang untuk mempertahankan sahabat dari musuh. Kita harus mengakui bahwa kita menjalani hidup kita tanpa bahaya yang besar-besar tapi juga tanpa persahabatan.
Satu-satunya arti persahabatan yang kini dipraktekkan orang adalah seperti yang digambarkan berikut ini:
Persahabatan itu mutlak diperlukan orang, agar ingatannya bisa bekerja dengan baik. Mengingat-ingat masa lampau kita, membawanya dalam diri kita selalu, mungkin adalah syarat mutlak untuk menjaga keutuhan diri, untuk memastikan bahwa diri tidak mungkret, mengerut, untuk menjamin bahwa diri tetap bertahan pada volumenya, ingatan harus disiram seperti bunga dalam pot, dan untuk menyiram itu dibutuhkan kontak tetap dan teratur dengan para saksi masa silam, artinya, dengan teman dan sahabat.
Teman dan sahabat adalah cermin kita, memori kita, kita tidak meminta apa-apa pada mereka kecuali bahwa mereka mengelap-lap cermin itu dari waktu ke waktu supaya kita bisa melihat diri kita sendiri di situ.
Persahabatan yang telah dikosongkan dari muatan tradisionalnya sebagai persekutuan-persekutuan itu sekarang lalu berubah menjadi kontrak untuk saling memikirkan dan memperhatikan, sebuah kontrak sopan santun.
Catatan:
Beberapa bagian dari tulisan di atas dikutip dari Sekelumit Mitologi Yunani karya RS Hardjapamekas dan Identity karya Milan Kundera