Kau tak akan mengerti bagaimana kesepianku
menghadapi kemerdekaan tanpa cinta
Kau tak akan mengerti segala lukaku
karna cinta telah sembunyikan pisaunya
Membayangkan wajahmu adalah siksa
Kesepian adalah ketakutan dalam kelumpuhan
Engkau telah menjadi racun bagi darahku
Apabila aku dalam kangen dan sepi
itulah berarti
aku tungku tanpa api.
(Puisi berjudul "Kangen" dari buku kumpulan puisi "Empat Kumpulan Sajak" karya WS Rendra)
Puisi diatas adalah puisi kesukaan dosen sastra saya. Beliau juga yang pertama kali membuat saya menyadari bahwa kangen dan rindu itu memiliki makna yang berbeda. Kata kangen digunakan untuk menyatakan rasa rindu yang sudah parah jadi rinduuuu sekali.
Saya tidak tahu komposisi kimia apa yang membentuk rasa kangen itu. Barangkali otak yang kekurangan nutrisi adalah salah satunya karena ketika seseorang merasa kangen dia akan bersikap seakan tidak punya otak atau paling tidak seperti seorang yang otaknya mengalami malfungsi.
Kangen barangkali datang dari ketidakberadaan sebuah obyek yang kita inginkan keberadaannya, atau dari keindahan yang ada pada masa yang telah berlalu yang mana hal itu sebenarnya merupakan refleksi dari keinginan kita untuk mendapatkan dan merasakan kembali keindahan itu pada masa sekarang.
Kangen juga mungkin timbul ketika kita tidak merasa aman dan nyaman dengan keadaan kita. Masa lalu seringkali dianggap lebih aman karena sudah terjadi dan sesulit apapun masa itu toh sudah berlalu.
Pada intinya kangen bisa dikatakan timbul pada saat there's something wrong with us. Meskipun tentu saja tidak semua hal terjadi karena sebuah alasan yang jelas. Seringkali alasan itu adalah sesuatu yang bersifat complicated. Kangen termasuk dalam golongan hal yang alasan terjadinya bisa sangat complicated.
Saya sendiri adalah orang yang sangat sering merasa kangen. Baik merasa kangen kepada obyek yang jelas (keluarga, kekasih, sahabat dll) maupun kepada sesuatu yang tidak jelas. Saya bahkan bisa merasa kangen pada sesuatu yang saya sendiri tidak tahu sesuatu itu apa. Sudah biasa bagi saya untuk memulai percakapan, di jalan, di telepon atau di e-mail, dengan orang yang saya rindukan dengan kalimat "Aku kangen." Rasanya kalimat itu sudah cukup mewakili apa yang saya rasakan tanpa perlu bersusah payah menjelaskannya dalam kalimat yang panjang lebar.
Saya mengakui, merasa kangen tidaklah selalu menyenangkan. Pada suatu waktu kangen bisa berubah menjadi seperti penyakit yang tanpa obat. Jika diteorikan umumnya obat dari penyakit yang timbul karena ketidakberadaan sesuatu adalah dengan keberadaan sesuatu itu. Tapi kangen tidaklah selalu demikian. Mungkin kangen bisa diterapi dengan bertemu tapi tidak selalu menjamin kesembuhannya. Kadangkala setelah bertemu dengan orang yang kita rindukan kita justru malah semakin merindukannya terutama jika seseorang itu adalah orang yang menempati ruang yang luas di dalam hati kita.
Saya tidak tahu apa penyebab kangen itu adalah karena pentingnya hal yang kita kangeni itu dalam hidup kita ataukah karena kita begitu rewel terhadap kenyataan. Atau malah kedua-duanya. Saya sendiri bingung memutuskan mana yang benar. Paling-paling pada akhirnya saya hanya bisa mengutip lagu yang biasa didendangkan kekasih saya:
Yen ing tawang ana lintang, Cah ayu
aku ngenteni tekamu
marang mega ing angkasa ingsun takokke pawartamu.
Janji-janji aku eling, Cah ayu
sumedhot rasaning ati
lintang-lintang ngiwi-iwi, Nimas
tresnaku sundhul wiyati.
Dhek semana janjiku disekseni
mega kartika
kairing rasa tresna asih
Yen ing tawang ana lintang, Cah ayu
rungokno tangising ati
binarung swarane ratri, Nimas
ngenteni mbulan ndadari.