Minggu, 29 April 2007

ESENSI


Kau dan aku pada esensinya mungkin ada.Yang pada esensinya ada maka ada dengan sendirinya.Yang pada esensinya tidak mungkin ada maka dengan sendirinya tidak ada.Yang pada esensinya mungkin ada,seperti kita,maka tidak dengan sendirinya ada dan tidak pula dengan sendirinya tidak ada.Oleh karena itu untuk ada atau tidak adanya sesuatu yang pada esensinya mungkin ada itu diperlukan suatu sebab.Jelas bahwa sebab itu haruslah sesuatu yang pada esensinya mesti ada karena yang pada esensinya tidak mungkin ada tidak akan pernah ada.Pasti ada Yang Mesti Ada sebagai sumber dari segala yang ada di alam ini dan karenanya Dia berada di puncak segala-galanya.Karena itu konsekuensi logisnya,Yang Mesti Ada wajib tidak berpermulaan dan tidak pula berkesudahan.Dia tidak bisa menjadi tiada,karena itu berarti peniadaan esensiNya.Dan itu tidak mungkin karena yang pada esensinya wajib ada tidak mungkin tidak ada dengan sendirinya.

Tulisan diatas ada dalam buku harian saya tertanggal 14 desember 1999. Saya mengutipnya disini karena saya menyukai isinya. Sayangnya di buku harian saya itu saya lupa mencantumkan siapa yang menulis kutipan di atas atau di mana kutipan itu dipublikasikan. Sungguh sangat disayangkan.

Manusia adalah makhluk dengan banyak kerewelan. Seringkali dia tidak menyadari hal yang paling mendasar dari kehidupannya sebagai manusia padahal dalam setiap aspek keberadaannya dia ingin selalu dianggap sebagai makhluk dengan kemuliaan tertinggi.

ABSTRAK


Apakah yang lebih indah daripada sesuatu yang abstrak?
Di hadapan sesuatu yang abstrak kita dapat mengatakan apa saja, memikirkan apa saja, mengapresiasikan apa saja. And that's okay. Bukankah itu sesuatu yang sangat indah?
Betapa kebebasan kita (dan sepertinya keegoisan kita juga) mampu menemukan bentuk paling mendalam saat kita sedang bereaksi terhadap sesuatu yang abstrak.

Apa yang ada pada sesuatu yang abstrak adalah sesuatu yang lebih abstrak dari keabstrakan itu sendiri. Bagaimana pun kita mencintai keindahan, secara jujur kita harus mengakui bahwa pengetahuan kita akan keindahan itu sendiri terbatas oleh sisi kemanusiaan kita yang tidak sempurna. Kesadaran akan ketidaksempurnaan itu barangkali yang kemudian melahirkan ide yang abstrak.

Rabu, 04 April 2007

APA ARTINYA MENJADI TUA?

Walaupun aku berpikir bahwa menjadi tua itu sama alamiahnya dengan kehidupan tetapi tetap saja ketika melihat orang yang sudah tua aku merasakan sesuatu di dalam hatiku. Semacam rasa yang kurang bisa kumengerti. Aku merasa mereka adalah orang-orang yang telah mampu berkompromi dengan waktu. Orang-orang yang mampu mengalahkan rasa bosan. Aku sendiri telah lebih tua dari yang mampu kusadari tetapi aku masih memiliki semacam pesimisme dalam menghadapi kebosanan. Menurutku 90% dari waktu hidup kita, kita menggunakannya untuk sesuatu yang kecil, sepele dan sama sekali tidak penting, yang meskipun di satu sisi menjadi unsur penyokong terbentuknya sesuatu yang kemudian disebut besar, menakjubkan dan mulia, tetapi di sisi lain berisi hal-hal yang benar-benar sekedar main-main. Dan apa yang lebih membosankan daripada menyadari bahwa apa yang sedang kita lakukan ternyata hanyalah sesuatu yang "hanya"?
Melihat orang yang sudah tua aku sering tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya apakah dia tidak merasa capek dan bosan menjalani hidup dari hari ke hari. Jawaban dari pertanyaan itu bisa sangat beragam tetapi kebanyakan dari mereka cuma menjawab dengan senyuman seakan aku menanyakan hal yang tidak seharusnya ditanyakan. Aku sering memikirkan hal itu dan belakangan ketika aku sedang berada di dalam bis aku berpikir mungkin jawaban dari pertanyaanku itu (termasuk prosentase waktu yang tadi kubuat) adalah tergantung dengan siapa dan dengan cara bagaimana seseorang menghadapi hidupnya. Kukira itu cukup masuk akal.