Minggu, 23 Maret 2008

PEKERJAAN YANG BAIK DAN MULIA

Pekerjaan yang bagaimanakah yang disebut baik dan mulia itu?

Barangkali seperti gambaran dalam cerita-cerita kepahlawanan tentang seseorang yang bekerja keras tanpa mengharapkan upah dari pekerjaannya kecuali hanya niat untuk mengubah dunia menjadi sedikit lebih baik, menjadi tempat yang lebih nyaman untuk ditinggali.


Barangkali seperti kisah tentang guru yang mengajar anak-anak di suku pedalaman, atau tentang dokter yang mengabdi di pulau terpencil, atau tentang seorang nelayan yang menanam pohon tinjang (salah satu jenis bakau) sepanjang garis pantai hingga sempat dikatakan gila sebelum kemudian usahanya itu terbukti mampu melindungi desanya dari bahaya abrasi sekaligus mengundang datangnya ikan-ikan ke hutan bakau itu sehingga nelayan di daerah itu tidak perlu melaut terlalu jauh untuk bisa menangkap ikan, dan masih banyak lagi cerita semacam itu.


Kisah-kisah itu mampu membuat orang yang berhati lembut meneteskan air mata karena terharu, mampu membuat orang-orang yang punya daya kreasi menjadi terinspirasi dan mampu membuat orang-orang yang punya pikiran negatif dan bersikap pesimis terhadap kehidupan akan berpikir bahwa masih ada orang yang baik di dunia ini.


Kisah-kisah itu menarik tidak hanya karena jalan ceritanya tetapi lebih karena tokoh-tokoh dalam cerita itu tidak menyadari bahwa dirinya telah melakukan suatu kebaikan dan kemuliaan, kecuali bahwa mereka melakukan pekerjaannya karena mencintai pekerjaan tersebut.


Mencintai pekerjaan, melakukannya dengan sungguh-sungguh, dengan niat dan tujuan yang baik, barangkali adalah syarat mutlak agar suatu pekerjaan bisa dikategorikan baik dan mulia.


Mengenai pekerjaan saya cenderung mengaitkannya dengan sebuah fungsi dalam sistem kehidupan. Bukankah cara paling gampang untuk tahu kegunaan seseorang dalam kehidupan adalah dengan melihat apa yang dikerjakannya? Meskipun tentu saja kadangkala, dalam beberapa kasus, pekerjaan tidaklah mencerminkan jati diri seseorang, terutama pekerjaan yang dilakukan hanya supaya bisa mendapat uang untuk membayar sewa.


Saya percaya dunia ini adalah sebuah sistem besar dengan sekian banyak komponen yang berkaitan satu sama lain. Jika salah satu komponen tidak melaksanakan fungsinya dengan baik maka kelangsungan kerja sistem itu akan terganggu. Komponen iu adalah manusia, fungsinya adalah pekerjaan dan sistemnya adalah kehidupan itu sendiri.


Saya percaya satu kebaikan akan melahirkan sekian banyak kebaikan yang datang menyertai kebaikan yang pertama. Demikian juga dengan kemaksiatan. Orang harus benar-benar memikirkan setiap hal yang dia lakukan dan bertanggungjawab atas semua resikonya baru dengan begitu dia dapat disebut memiliki martabat kemanusiaan, memiliki sebuah fungsi.


Saya pikir profesionalisme dalam pekerjaan adalah seperti sebuah sentuhan seni dalam sebuah karya, merupakan nilai estetika dari sebuah kewajiban. Satu pekerjaan yang baik yang dilakukan dengan baik dengan tujuan yang baik akan mampu menjadikan dunia ini menjadi lebih indah.

Jumat, 21 Maret 2008

RASA YANG TERSEMBUNYI


Siapakah yang membuat nasi goreng pertama kali?

Saya rasa dia pasti seorang yang jenius. Atau, bila itu memang suatu yang tidak disengaja, seperti orang yang merebus air minum di alam terbuka lalu kejatuhan daun yang kemudian peristiwa itu kita kenal menjadi cikal bakal tradisi minum teh, maka bisa dibilang itu adalah sebuah kecelakaan yang indah.

Saya tidak tahu ada apa di dalam nasi goreng itu hingga saya tidak pernah bosan memakannya.

Padahal nasi goreng itu masakan yang sangat sederhana yang tidak memerlukan kecakapan dan seni kuliner yang rumit dalam proses pembuatannya.

Bahannya pun sederhana dan ada di dapur manapun kecuali dapur yang fungsinya cuma melengkapi keutuhan desain interior sebuah rumah alias tidak benar-benar difungsikan sebagaimana fungsi aslinya sebagai tempat memasak. Bahan-bahan itu adalah nasi (termasuk sega wadang atau nasi sisa makan malam sebelumnya), bahan pelengkap (telur dadar, sosis, daging ayam, udang, teri medan dll bisa merupakan kombinasi beberapa macam bahan sekaligus atau cuma satu macam saja), sayuran (mentimun, daun bawang, daun selada) dan bumbu (bawang putih, bawang merah, cabai, garam, terasi dll tergantung improvisasi) tentu saja yang saya sebutkan itu tadi semuanya ditambahi kata sesuai selera dan kalau kebetulan ada.

Cara memasaknya pun cuma berprinsip pada teknik sederhana yaitu mengulek, menumis dan mencampur.

Menurut saya nasi goreng itu adalah makanan yang simple sekaligus complicated.

Saya pernah membaca tulisan Umar Kayam yang dimuat di harian umum Kedaulatan Rakyat. Di salah satu kolomnya itu dia menulis tentang nasi goreng. Nasi goreng itu menjadi favorit seluruh keluarga. Ketika si pembuat nasi goreng special itu hendak menurunkan resep rahasianya kepada keluarganya, lewat acara demo masak kecil-kecilan, sementara dia menjelaskan dengan panjang lebar eh ternyata keluarganya justru terus menerus menanyakan dimana letak rahasianya? Wong tekniknya ya standar-standar saja. Mereka minta dijelaskan intinya kenapa bisa membuat nasi goreng yang begitu enak. Si pemilik resep jadi bingung dan akhirnya resep itu tidak bisa diilmiahkan. Artinya meski memakai bahan dan teknik memasak yang sama tapi tetap saja hasilnya lain.

Saya rasa setiap orang yang suka memasak punya kemampuan masing-masing untuk memunculkan rasa yang tersembunyi dari masakan yang dibuatnya. Rasa yang tersembunyi itu menjadi ciri khas dari masakan seseorang, menjadikan masakan menghasilkan cita rasa berbeda-beda walaupun memakai resep yang sama.

Sayangnya rasa yang tersembunyi itu kadang menjadi sebuah konsep yang begitu absurdnya sehingga susah dijelaskan dengan bahasa yang mudah dipahami orang lain. Tapi dalam menghadapi makanan lidah memang tidak memerlukan bahasa.

Barangkali saya suka nasi goreng itu karena adanya rasa yang tersembunyi tersebut.

Minggu, 16 Maret 2008

INGATAN


Hari ini saya mengirimkan sms berbunyi "Boleh aku mengambil ingatanmu tentang aku?" ke beberapa orang teman dekat.

Jawaban yang saya peroleh bermacam-macam:
1. What does it mean?
2. Kenapa?
3. Memangnya bisa?
4. Memangnya boleh?
5. Buat apa?
6. Aku tidak siap untuk operasi otak malam-malam begini
7. Apa yang kamu khawatirkan? Aku toh tidak akan mengancammu dengan ingatan itu
8. Mungkinkah kita berteman dengan seseorang tanpa mempunyai ingatan apapun tentangnya?

Well, itulah kesenangan saya akhir-akhir ini, mengganggu orang-orang yang menyebut diri saya sebagai temannya atau lebih tepatnya orang-orang yang selalu saya sebut-sebut sebagai teman saya.

Belakangan ini, barangkali karena saya punya banyak waktu luang hingga bisa mikir yang tidak-tidak, saya sering membayangkan menjadi seorang yang keberadaannya tidak ada di dalam ingatan siapapun. Ada yang kelihatan tidak ada atau tidak ada tapi ada. Kadang-kadang saya berpikir itu adalah konsep yang keren dan membuat iri.

Bagaimanakah sebuah ingatan terbentuk?

Kita, manusia, merupakan makhluk yang penuh dengan fenomena dualisme. Dalam sisi apapun kita selalu punya dua cara pandang: secara konseptual, dalam hal ini segala hal yang bersifat faktual, fisik, empiris dan masuk akal; dan secara konstektual, yang berkaitan dengan perspektif, bersifat sangat personal dan seringkali susah dijelaskan dengan bahasa ilmiah karena melibatkan adanya faktor pengacau paling parah yaitu perasaan.

Ketika berhadapan dengan sesuatu, entah itu orang, peristiwa atau benda, kita hampir selalu menilainya dengan dua cara pandang itu. Sebuah informasi yang masuk ke otak kita pun mengalami proses pemecahan dengan dua program itu. Misalkan ketika saya melihat buah apel, saya akan mendeskripsikannya berdasarkan kesempurnaan bentuknya, kecemerlangan warnanya, kesegarannya dan beberapa fakta tentang buah itu yang telah saya baca dari buku. Tetapi di lain pihak, selain kenyataan bahwa saya tidak begitu suka makan buah apel, kecuali kalau sedang berada di bawah ancaman kekerasan yang dilakukan oleh dokter saya tercinta, dan apel sering saya gunakan untuk obyek lukisan, saya juga menilainya sebagai sesuatu yang melambangkan keintiman, sebuah larangan dan penanda bentuk-bentuk kekecewaan yang berkepanjangan. Bukankah perang Troya itu kalau dirunut berawal dari protes Eris karena tidak diundang pesta sehingga mengirimkan apel emas dan sebagai dampaknya Paris harus terjebak dalam pilihan-pilihan yang rumit? Saya tidak tahu apakah orang lain juga berpikir hal yang sama tetapi saya bisa melihat dampaknya. Misalkan ketika melihat tikus saya dapat secara refleks melakukan hal-hal yang memalukan seperti naik meja umpamanya sementara teman saya biasa-biasa saja saat melihat binatang yang sama.

Saya kira informasi yang kita terima, yang kemudian menjadi data yang tersimpan dalam otak, dan merupakan cikal bakal ingatan, mengalami banyak hal, mungkin semacam adding dan cutting, sehingga seringkali kumpulan data otak tidak berada dalam wilayah realita yang sama dengan ingatan. Ingatan bisa berada di luar konsep ilmiah semacam itu.

Senin, 10 Maret 2008

PERPISAHAN


Beberapa hari terakhir saya berusaha mengurai kebodohan masa lalu saya dan mencoba mencari pemaafan dari diri saya sendiri.

Saya menyambung kembali komunikasi dengan beberapa orang yang sebelumnya kepadanya telah saya ucapkan selamat tinggal, baik secara verbal maupun secara implisit bahwa saya tidak ingin lagi bersinggungan dengan mereka dalam garis hidup yang saya jalani. Orang-orang ini meskipun tanpa melakukan apa-apa keberadaan mereka toh sudah sama saja dengan berteriak, "Kami pernah menjadi bagian dalam hidupmu. Kamu tidak bisa dong menolak kami ataupun menghapus kami. Dalam garis perjalanan hidupmu akan tetap ada bagian yang berisi kami. Dan kamu toh tidak bisa mengubah masa lalu."

Bagi saya yang berpendapat bahwa di dunia ini kekurangajaran yang paling kurangajar dan tidak termaafkan adalah apabila seseorang merasa memiliki kehidupan orang lain, maka membayangkan bahwa ada orang yang berpikir hal yang demikian membuat saya jengkel setengah mati.

Orang-orang yang saya sebutkan di depan adalah orang-orang yang berada dalam rentang waktu yang sama dengan saat saya melakukan hal-hal yang salah dan bodoh, dan karena saya tidak bisa memaafkan diri saya yang telah melakukan kesalahan dan kebodohan itu maka saya selalu mengingat masa itu dan demikian juga dengan orang-orang tersebut. Dan disebabkan hal itu maka sama saja saya tetap membiarkan mereka berada bergelantungan dalam garis hidup saya sehingga bahkan ucapan selamat tinggal, dengan segala macam prosesinya pun, tidak mampu 'menghilangkan' status 'ada' itu.

Awalnya saya berpura-pura tidak terganggu dengan hal itu, bahwa semua orang pasti juga mengalami hal yang sama, kalau mereka bisa mengatasinya kenapa saya tidak? Saya menjalani hidup saya sendiri, merasa asyik dengan semua urusan yang menjadi kewajiban saya untuk mengurusnya. Tapi kenyataan bahwa sesuatu sedang bergelantungan dalam hidup saya itu sama sekali bukan hal yang bisa diabaikan. Pada waktu-waktu tertentu, ketika saya bermain dengan kenangan saya merasakan gangguan itu.

Barangkali akan sangat tidak adil jika saya katakan orang-orang ini sebagai embel-embel yang tidak penting, karena bagaimanapun seseorang tetaplah somebody dan bukan nobody, tapi ketika saya berusaha sangat jujur mengakui perasaan yang saya rasakan terhadap mereka, betapapun itu kedengaran sangat jahat dan egois, tapi saya memandang mereka memang sebagai embel-embel yang tidak penting. Saya berharap tidak perlu berurusan lagi, dalam arti harfiahnya, dengan mereka. Saya akan mengucapkan "Maaf atas semua kesalahan. Terima kasih untuk semuanya. Selamat tinggal." lalu menghilang secepat mungkin.

Saya tidak suka pergi sementara masih ada urusan duniawi yang belum saya selesaikan. Dengan mengatakan kalimat itu saya pikir urusan duniawi itu sudah selesai.

Tapi terhadap orang-orang itu selalu masih ada urusan duniawi yang tertinggal.

Bahwa saya senang bermain-main itu memang benar, tapi ketika kemudian saya melakukan kesalahan dan kebodohan yang tidak perlu dan harus membereskan akibat yang ditimbulkannya, lama-lama membuat saya menempatkan diri saya di suatu wilayah bernama kehancuran. Saya selalu dikejar-kejar oleh kewajiban untuk membereskan, tidak peduli bisa dibereskan atau tidak, penting untuk dibereskan atau tidak. Saya lelah dengan ketidakberesan yang saya timbulkan. Bisa saja saya katakan "I've done with everything" tapi orang-orang itu ada disana, menatap saya dan diam-diam menjadi saksi atas ketidakberesan itu.

Belakangan saya berusaha menghadapi kesaksian-kesaksian itu. Cara terbaik untuk lepas dari masalah adalah dengan menghadapinya. Saya bicara untuk membereskan masalah. Tentu saja dimulai dengan sejumlah basa basi sebelum saya mengatakan apa yang saya rasakan kepada mereka, berusaha menjelaskan dan meluruskan kesimpulan kusut yang terlalu cepat kami buat di masa lalu tentang sebuah masalah hingga pada akhirnya saya mengatakan kalimat itu.

Betapa terkejutnya saya ketika ternyata mereka nyaris semuanya bereaksi dengan reaksi yang menunjukkan seolah-olah saya telah melakukan hal yang sangat konyol dengan membahas masalah sesepele itu. Dari keseluruhan reaksi yang saya dapat rasanya cukup mewakili jika dipakai kata-kata, "Apa yang tidak ada harus dianggap dan diperlakukan seperti apa yang tidak ada."

Pada akhirnya saya menyadari betapa pun inginnya kita mengucapkan selamat tinggal pada sesuatu belum tentu kita dapat berpisah dengannya. Karena pertemuan dan perpisahan adalah sesuatu yang terlepas sama sekali dari peran suatu hasrat yang bernama keinginan.

Jumat, 07 Maret 2008

CINTA


Saya pernah, pada suatu masa dalam hidup saya, jatuh cinta pada seorang teman kuliah saya. Orangnya biasa-biasa saja. Dia tidak sangat tampan dan juga tidak sangat pintar. Pokoknya dia kelihatan biasa-biasa saja.

Namun sebagaimana yang telah kita ketahui bersama bahwa kesan pertama bisa saja tidak cukup mewakili kepribadian seseorang. Setelah mengenalnya saya melihat banyak kelebihan yang dia miliki. Dia punya selera humor yang bagus, merupakan seorang teman yang setia, seorang pria yang punya komitmen tinggi terhadap apapun yang sedang dia lakukan, dia punya pandangan yang luas dan mendalam terhadap kehidupan, dia seorang gentleman sejati yang menghormati wanita dan sopan santunnya luar biasa. Pada suatu hari dia mengunjungi saya. Waktu itu saya sedang berada dalam keadaan mempertimbangkan untuk menjelaskan perasaan saya yang sangat rumit itu kepadanya. Dia seorang yang menghargai persahabatan sehingga perasaannya kepada saya tidak pernah melangkah lebih jauh dari sekedar perasaan kasih sayang terhadap saudara. Dia terlalu terhormat untuk melakukan hal itu. Tiba-tiba harus bertemu dengannya pada saat seperti itu membuat saya sangat malu -karena saya merasa seolah-olah telah melakukan sebuah dosa meskipun saya tahu perasaan adalah hal terjujur yang bisa dialami seorang manusia dan bagaimanapun saya menginginkannya toh perasaan tidak pernah bisa disensor- sehingga akhirnya saya mengatakan bahwa saya tidak ingin bertemu dengannya. Dan sebagaimana akhlak seorang tamu yang baik ketika diminta pulang maka dia pun pulang. Pengertian dan rasa pemaklumannya terhadap saya membuatnya bersikap sangat bijaksana dengan tidak mempermasalahkan kejadian itu sama sekali dan tetap bersikap sebagai seorang teman yang baik. Itu adalah satu perwujudan kecil dari kepribadiannya yang baik. Mungkin disebabkan karena kelebihannya itu maka kemudian di mata saya dia menjadi terlihat sangat indah.

Persahabatan kami diawali dengan kata-kata dan sebenarnya memang seperti itulah bentuk hubungan kami baik dulu maupun sekarang. Saling mengirim puisi dan membahas masalah-masalah yang barangkali bagi orang lain merupakan topik yang membosankan. Saya merasa kata-katanya yang dia kirim kepada saya khusus dibuat dan disusun untuk saya dan saya merasa memiliki kata-kata itu untuk diri saya sendiri. Seringkali saya 'terbunuh' oleh kata-katanya. Saya pikir saya mencintai isi kepala dan kedalaman jiwanya.

Seiring dengan berjalannya waktu secara aneh saya menemukan ada begitu banyak kesamaan dalam diri kami. Misalnya kami sama-sama menyukai Raindrop-nya Chopin dan kami menikmati berjalan-jalan di alam bebas. Mungkin seperti kata-kata Kahlil Gibran bahwa kita mencintai seseorang karena kita melihat diri kita di dalam diri orang itu. Bagi saya dia adalah sebuah bentuk kalimat jadi dari apa yang tidak mampu saya ucapkan dari apa yang ada di dalam kepala saya. Semacam translator untuk memahami apa yang tidak saya sadari sudah saya pahami.

Saya mungkin salah satu orang yang memahami cinta dengan konsep berbeda. Perasaan saya kepadanya saya maknai sebagai sesuatu yang membuat saya lebih memahami kemanusiaan saya, membuat saya melepaskan diri sedikit demi sedikit dari obsesi konyol saya tentang kesempurnaan dan membuat saya mampu belajar dari sifat ketidaksempurnaan yang melekat dalam diri saya sebagai manusia biasa. Perasaan saya kepadanya adalah satu hal yang patut saya syukuri sebagaimana saya pun harus mensyukuri keberadaan saya sebagai manusia. Saya berharap bisa membawa perasaan itu kepada sesuatu yang bersifat spiritual.

Saya seringkali mempertanyakan rasa cinta saya terhadapnya, apakah merupakan perwujudan dari ketertarikan purbawi saya terhadap lawan jenis, apakah merupakan pengertian lain dari kekaguman saya terhadap suatu bentuk keindahan sekaligus keinginan untuk memiliki keindahan itu atau apakah rasa cinta saya itu merupakan cinta yang sesungguhnya.

Ketertarikan terhadap lawan jenis meskipun merupakan penyebab paling wajar dalam terciptanya hubungan antara laki-laki dan perempuan, tetapi menurut saya merupakan alasan paling buruk dari sebuah persahabatan dan jelas tidak akan saya pakai dalam menjawab pertanyaan apapun tentang hubungan kami.

Kekaguman akan keindahan menyebabkan orang ingin memiliki keindahan itu. Entah untuk alasan karena dirinya tidak indah sehingga perlu dilengkapi dengan keindahan itu ataukah cuma sebagai pajangan saja. Saya seorang yang menyukai keindahan tetapi saya rasa saya lebih menyukai keberadaan keindahan itu tetap pada tempatnya sebagaimana dia diciptakan daripada saya mengambil dan meletakkannya dalam ruang pribadi saya. Meskipun pada saat-saat tertentu saya berkhayal berkuda berdua dengannya menyusuri lembah dan melihat matahari terbenam bersama tetapi saya rasa saya lebih suka melihatnya berada dalam keadaan di luar khayalan saya, sibuk dalam dunia nyatanya.

Saya tidak tahu banyak tentang cinta. Cinta yang saya tahu barangkali cuma cinta yang ada dalam kitab-kitab, dalam puisi atau dalam film. Saya rasa cinta adalah sebuah konsep ide yang sangat kompleks. Selalu lebih mudah menjalani cinta daripada mengkonsepkannya. Karena saya terlalu narsis saya tidak bisa mempercayai bahwa diri saya akan bisa mencintai orang lain lebih dari rasa cinta saya terhadap diri saya sendiri, bahkan nyaris sama saja saya tidak yakin.

Ketiga pertanyaan itu membuat saya bingung karena jawabannya serba tidak jelas dan karena saya bukan orang yang bisa diam menikmati sesuatu tanpa memahaminya maka kebingungan itu kadang menjadi begitu parah dan mengganggu.
Terlepas dari kenyataan bahwa saya tidak pernah benar-benar 'memilikinya' saya rasa saya memang tidak punya hasrat untuk itu. Itulah barangkali sebab yang paling logis kenapa saya tidak mengenal rasa kehilangan dalam hal ini.

Mungkin perasaan saya terhadap teman saya itu adalah apa yang disebut sebagai perasaan yang sangat halus yang dirasakan oleh seseorang terhadap keluarganya. Sesuatu yang sangat lembut yang merasuk perlahan-lahan di dalam hati dan tanpa disadari kemudian berakar dengan kuat yang sesuatu itu mampu membuat seseorang melakukan perjalanan melintasi benua hanya untuk berjumpa dan mengucapkan salam kepada orang yang dia cintai. Sesuatu yang terlalu sederhana apabila diungkapkan hanya dengan sebuah kata bernama cinta.

Pertemuan denganmu
(adalah) sebuah kebetulan
tentu saja barangkali juga sebuah kecelakaan
Kau di luar rencanaku
menggembirakan diri
tampil di sela-sela kemanjaanku
Beginikah rasanya punya teman?
Hiruk pikuk hari-hari
lewat begitu saja, ringan
dan kau memenuhi kekosongan
Kita berteman saja
aku tak punya niat terlalu jauh
Hanya kurasakan kesegaran
yang penuh saat bersamamu
Kurasakan kelancaran napas hidup
Kurasakan detil dunia dalam matamu
Kurasakan sukacita waktu dalam gerakmu
Kita berteman saja:
sebuah kenyataan
yang sangat mungkin abadi
menjelma kupu-kupu indah di suatu pagi
dengan bunga-bunga dan suara burung
Meski kau akan berlayar jauh dengan kekasih
aku adalah pelabuhan kala kau sendiri
Kita berdua memecah kesunyian
membikin dunia terjaga
dan bersama bergembira
Kita berteman saja
Sambil tetap berdoa
demi ketulusan hati
yang kuingin tetap begitu
Ya kita berteman saja
dalam hidup ini
dan nanti.
Catatan:
Puisi pada bagian akhir tulisan ini dikutip dengan sejumlah penyesuaian dari puisi berjudul Ode Untuk Teman karya Bagus Takwin.

Sabtu, 01 Maret 2008

L'AMOUR EST UN OISEAU REBELLE


L'amour est un oiseau rebelle
que nul ne peut apprivoiser
et c'est bien en vain qu'on l'appelle
s'il lui convient de refuser
Rien n'y fait, menace ou priere
l'un parle bien, l'autre se tait
Et c'est l'autre que je prefere
Il n'a rien dit mais il me plait
L'amour!
L'amour est enfant de Boheme
il n'a jamais, jamais connu de loi
si tu ne m'aimes pas, je t'aime
si je t'aime, prends garde a toi
L'oiseau que tu croyais surprendre
battit de l'aile et s'envola
l'amour est loin, tu peux l'attendre
tu ne l'attends plus, il est la!
Tout autour de toi, vite, vite
il vient, s'en va, puis il revient
tu crois le tenir, il t'evite
tu crois l'eviter, il te tient
L'amour!

English version:

Love is a rebellious bird
that nobody can tame
and you call him quite in vain
if it suits him no to come
Nothing helps, neither threat nor prayer
one man talks well, the other's mum
He's silent but I like his looks
it's the other one that I prefer
Love!
Love is a gypsy's child
it has never, ever, known a law
love me not, then I love you
if I love you, you'd best beware!
the bird you thought you had caught
beat its wings and flew away
love stays away, you wait and wait
when least expected, there it is
All around you, swift, swift
it comes, it goes, and then returns
you think you hold it fast, it flees
you think you're free, it holds you fast
Love!

( An Aria from Carmen Opera)