Selasa, 11 Maret 2014

Sonnet XXV by Pablo Neruda

Saya suka sekali puisi-puisinya Neruda. Selalu menahan nafas setiap kali membacanya. Saya suka puisi yang menarik-narik hati saya dalam kehampaan. Saya menyukai rasa sakit itu :p

Before I loved you, love, nothing was my own:
I wavered through the streets, among
Objects:
Nothing mattered or had a name:
The world was made of air, which waited.

I knew rooms full of ashes,
Tunnels where the moon lived,
Rough warehouses that growled 'get lost',
Questions that insisted in the sand.

Everything was empty, dead, mute,
Fallen abandoned, and decayed:
Inconceivably alien, it all

Belonged to someone else - to no one:
Till your beauty and your poverty
Filled the autumn plentiful with gifts.

Senin, 10 Maret 2014

The Value of Memories



Beberapa hari terakhir saya sedih sekali.

Ini berkaitan dengan ponsel saya. Bukan karena ponsel saya rusak atau bagaimana. Ponsel saya kelihatan masih sama seperti ketika pertama saya memilikinya. Hanya saja charger-nya entah kenapa pangkal kabelnya patah sehingga sulit digunakan untuk mengisi baterainya. Parahnya, charger seperti itu tidak lagi dijual di pasaran, setidaknya saya telah mencoba membeli di beberapa tempat tapi tidak berhasil menemukannya. Hanya tinggal menunggu waktu sampai baterai ponsel saya habis dan tidak bisa digunakan lagi. Inilah yang membuat saya menangis beberapa hari ini.

Beberapa tahun lalu saya bercakap-cakap dengan seorang teman. Membicarakan macam-macam hal sampai pada topik mengenai ponsel ini. Saya bilang saya sedang membaca tentang ponsel ini di internet.  Tidak disangka beberapa hari kemudian saya menerima paket berisi ponsel ini darinya. Saya senang sekali. Padahal saya tidak sedang meminta hadiah.

Saya memberi nama ponsel ini Noir karena warnanya hitam. Saya memasang nomor saya di ponsel ini dan menggunakannya untuk melakukan banyak hal. Kamera di ponsel ini jauh lebih bagus dari kamera ponsel yang saya tahu. Or at least I think so

Memikirkan bahwa suatu saat saya harus membuang benda yang saya sayangi membuat saya patah hati. Saya benci kemajuan teknologi. Saya tidak menyangka saya akan menemui masa dimana benda-benda elektronik berganti model setiap hari sehingga saya kesulitan menemukan suku cadangnya di toko.

Saya barangkali dapat membeli benda yang serupa tapi ponsel saya ini memiliki nilai kenangan tertentu yang membuatnya jauh lebih berharga dari benda lain yang serupa. Saya pikir saya bukan jenis orang yang dapat dengan mudah mengganti satu hal dengan hal lain. Saya biasa memperlakukan benda-benda yang saya miliki seperti saya memperlakukan manusia. Saya memberinya nama dan mengingat-ingat jasanya. Membuangnya selalu menjadi peristiwa yang menyedihkan bagi saya.