Rabu, 28 November 2007

PERSAHABATAN, SEBUAH FENOMENA YANG MELENYAP


Selain diri sendiri manusia terbagi antara orang luar dan keluarga.

Hubungan yang kita jalin dengan keluarga adalah hubungan yang sama alamiahnya dengan kehidupan itu sendiri. Mereka ada begitu saja, keinginan kita sama sekali tidak berpengaruh pada keberadaan mereka, kita tidak pernah punya keinginan (termasuk rasa ingin tahu) kenapa ayah kita menjadi ayah bagi kita dan ibu yang itu menjadi ibu kita dan bukannya ibu orang lain. Itu seratus persen kehendak Tuhan.
Keluarga terikat karena hubungan darah, dan darah lebih kental dari air, kita tercipta satu paket bersama mereka. Keluarga adalah sebuah anugerah dimana kita menyikapinya dengan rasa memiliki dan kepedulian yang melebihi hal lain. Hubungan dengan mereka selalu mengacu pada kalimat Disanalah segalanya dimulai bagiku.

Orang luar kita sikapi dengan cara berbeda. Kita memandang mereka berdasarkan bagaimana kita memandang diri kita sendiri. Walau seorang sahabat adalah anugerah dari Tuhan, tetapi bagaimana semua itu berawal tergantung pada keinginan kita.

Pada orang luar kita akan menerapkan penilaian tertentu yang standarnya merefleksikan diri kita. Diakui atau tidak kita menjalin hubungan dengan orang lain berdasarkan alasan dan tujuan tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin mulia alasan dan tujuan tersebut maka semakin mulia bentuk hubungan yang kita jalin.

Bagaimanakah lahirnya persahabatan?

Awalnya jelas sebagai persekutuan untuk menghadapi kesulitan dan bahaya, sebuah persekutuan yang tanpanya orang tidak bisa berkutik di depan lawan-lawannya.

Dalam legenda Yunani, pahlawan perang Achilleus mendapat nasib buruk setelah membunuh Hector demi membalas dendam atas kematian sahabat sepanjang hayatnya, Petrocolus. Dia tahu perang Troya akan menyebabkan kematiannya tapi dia tetap pergi tanpa peduli pada kebenaran ideologi yang dianut pasukannya. Setelah membunuh Hector, panah Paris, saudara Hector, melukai kaki Achilles, yang kebal luka kecuali di pergelangan kakinya, sehingga menyebabkan Achilleus terbunuh.

Pada jaman yang lebih mutakhir seperti sekarang sangatlah disayangkan justru persahabatan telah menjadi sebuah fenomena yang melenyap.

Barangkali sekarang tidak ada lagi kebutuhan vital untuk membentuk persekutuan-persekutuan itu. Meskipun lawan-lawan akan terus ada tetapi tidak kelihatan dan anonim. Keadaan tidak lagi memungkinkan bagi kita untuk mencari-cari sahabat yang terluka di medan perang atau menghunus pedang untuk mempertahankan sahabat dari musuh. Kita harus mengakui bahwa kita menjalani hidup kita tanpa bahaya yang besar-besar tapi juga tanpa persahabatan.

Satu-satunya arti persahabatan yang kini dipraktekkan orang adalah seperti yang digambarkan berikut ini:

Persahabatan itu mutlak diperlukan orang, agar ingatannya bisa bekerja dengan baik. Mengingat-ingat masa lampau kita, membawanya dalam diri kita selalu, mungkin adalah syarat mutlak untuk menjaga keutuhan diri, untuk memastikan bahwa diri tidak mungkret, mengerut, untuk menjamin bahwa diri tetap bertahan pada volumenya, ingatan harus disiram seperti bunga dalam pot, dan untuk menyiram itu dibutuhkan kontak tetap dan teratur dengan para saksi masa silam, artinya, dengan teman dan sahabat.

Teman dan sahabat adalah cermin kita, memori kita, kita tidak meminta apa-apa pada mereka kecuali bahwa mereka mengelap-lap cermin itu dari waktu ke waktu supaya kita bisa melihat diri kita sendiri di situ.

Persahabatan yang telah dikosongkan dari muatan tradisionalnya sebagai persekutuan-persekutuan itu sekarang lalu berubah menjadi kontrak untuk saling memikirkan dan memperhatikan, sebuah kontrak sopan santun.

Catatan:
Beberapa bagian dari tulisan di atas dikutip dari Sekelumit Mitologi Yunani karya RS Hardjapamekas dan Identity karya Milan Kundera

Selasa, 27 November 2007

BUNGA DAN SAHABAT-SAHABAT SAYA


Selain sebagai suatu obyek yang indah saya memandang bunga sebagai sesuatu yang mewakili harapan dan kerja keras. Sebatang tumbuhan kecil tumbuh dengan penuh semangat, bertahan hidup dalam situasi sulit hanya agar bisa berbunga pada suatu hari. Setangkai bunga mungkin tidak akan bertahan selamanya, pada suatu saat dia akan layu dan berguguran. Tapi itu bukan akhir melainkan sebuah awal dari proses kehidupan selanjutnya sebagai buah yang bisa menyebarkan biji dan dengan ini dia melestarikan keturunannya.

Saya suka sekali dengan bunga. Saya memelihara banyak jenis bunga di kebun saya. Di waktu saya merasa tidak enak hati saya duduk di kebun, di antara bunga-bunga dan itu saja rasanya sudah cukup membuat saya bahagia.

Saya punya kebiasaan yang agak tidak lazim. Saya suka sekali menggambarkan orang dengan bunga. Bagi saya bunga mempunyai karakter tertentu walaupun bagaimana saya menentukan karakter itu lebih cenderung bersifat nonilmiah karena hanya mengacu kepada petunjuk yang saya peroleh hanya dari perasaan saya. Tapi biarpun begitu, saya merasa itu cukup bisa dipertanggungjawabkan. Biasanya saya menggunakan gambaran itu jika saya sudah kehabisan kata-kata untuk menggambarkan pribadi seseorang.

Sebagai contoh, saya sering merasa mawar yang berwarna orange cocok dengan sahabat saya, Miss Sasi Gendro Sari, seorang dosen di Kalimantan Selatan. Dia seorang yang cantik, menyenangkan tetapi juga pemberani. Saya rasa dia tidak pernah merasa takut tampil sebagai dirinya sendiri di mana pun dia berada.

Sahabat saya, Mrs Imilda Suwarno, seorang guru di Jombang, bagi saya tampak seperti bunga matahari. Dia adalah seorang yang akan kelihatan lebih berkilau di waktu matahari bersinar sangat terik. Dia menginspirasi saya akan kecintaannya untuk terus menerus mencari kebenaran.

Sahabat saya, seorang dosen di Malang, Mr Muhamad Imam, entah kenapa selalu membuat saya teringat pada bunga cosmos. Saya memandangnya sebagai seorang yang mampu bertahan hidup dimana saja. Seorang survivor. Dia seorang yang 'sederhana', tidak merepotkan sekaligus indah. Dia adalah orang yang akan saya pilih untuk menemani saya jika terdampar di pulau asing tak berpenghuni.

Setiap kali memikirkan Mrs Yunie Ismawati saya teringat pada bunga melati. Dia mungkin tersembunyi di suatu tempat tapi orang akan segera bisa menyadari keberadaannya. Kadang-kadang kejujurannya menakutkan saya.

Sahabat saya, Mr Thab, kadang-kadang tampak bagi saya seperti bunga ilalang. Kalau dia tumbuh di hatimu barangkali kadang-kadang akan terasa gatal tapi dia bisa melindungimu dari erosi. Jika angin bertiup bunganya akan terbang kemana-mana dan bijinya pun mampu tumbuh dimana saja. Dia membuat saya terkesan dengan perkataannya: Dicintai oleh seribu orang belum cukup bagiku. Sayangnya kemapanan seringkali mengaburkan kepribadiannya yang unik itu.

Saya sendiri sangat menyukai bunga gardenia. Bunga yang sangat sederhana. Bunga ini dapat menjadi tempat hidup bagi banyak binatang kecil, sebagian adalah hama, yang ditolak oleh tumbuhan lain. Saat paling harum bagi bunga ini adalah sesaat sebelum dia layu. Sangat filosofis kan?

Senin, 26 November 2007

BELANJA




Kemarin saya pergi belanja menemani teman saya.


Pergi ke toko baju itu perlu 'keberanian' ekstra bagi saya.


Pertama, begitu masuk toko semacam itu akan ada pramuniaga yang terbiasa dan terlatih untuk memperlihatkan raut muka "anda terlihat cantik dengan gaun itu" padahal maksudnya "bukan urusan saya anda cantik atau tidak tapi belilah gaun itu"


Kedua, kalau kau berniat mencari gaun yang indah yang pertama harus kau lakukan adalah memakai gaun yang indah.

Saya tidak tahu pasti apa yang dimaksud dengan memakai gaun yang indah itu tapi menurut pendapat saya adalah apa yang disebut-sebut sebagai modis. Saya jelas buka termasuk dalam golongan yang bisa disebut modis, bahkan saya rasa agak modis saja tidak. Aturan yang disebut pada poin kedua itu bagi saya yang merasa cukup dengan salwar khamis warna terang di musim panas dan warna gelap di musim dingin, bisa membuat stress.


Ketiga,walaupun kau sudah menemukan gaun yang indah, dengan berbagai alasan, belum tentu kau bisa memilikinya.

Teman saya itu seperti manekin. Dia bisa memakai baju apa saja dan tetap kelihatan cantik. Tapi orang seperti saya lebih sering patah hati karena sebuah gaun kadang terlihat terlalu cantik untuk dipakai di tubuh saya. Ukuran standar "wanita normal" adalah 36-24-36(dalam inci) atau 90-60-90(dalam centimeter) Sementara saya lebih seperti huruf H, lurus dari atas ke bawah tidak ada belok-beloknya. Meskipun saya mencintai diri saya apa adanya tapi produsen pakaian tidak berpikir untuk membuat gaun dengan ukuran badan saya.

Karena telah membantunya untuk suatu urusan teman saya itu memberi saya hadiah. Sebuah peignoir warna merah muda. Saya tidak tahu apa yang ada di kepalanya sampai memilih jenis baju semacam itu di bulan November. Tapi sebuah hadiah bagaimana pun tetap harus diterima dengan rasa syukur jadi saya menciumnya untuk mengucapkan terima kasih.


Keempat, menyadari saya sedang menjadi obyek sasaran dari sebuah usaha peningkatan penjualan membuat saya tidak enak hati.

Saya rasa trend mode diciptakan dengan sengaja untuk memicu sifat narsis dalam diri seorang wanita dengan alasan menemukan kepercayaan diri. Terhadap sebuah produk yang indah kita akan berpikir itu bisa lebih memperindah kita padahal kita punya keindahan yang lebih hakiki dan menonjol yaitu apa yang ada di dalam hati kita. Keindahan tersebut tidak akan cepat memudar seperti warna gaun ataupun kosmetik yang kita pakai. Saya percaya bahwa setiap orang dirancang dengan suatu rancangan yang unik, berbeda dan bersinar seperti permata yang istimewa. Dan sesuatu yang hanya bersifat materi bukanlah harga yang layak untuk semua itu.

Rabu, 21 November 2007

RUMAH


Rumah, besar atau kecil, bagus ataupun jelek, selamanya tetap merupakan tempat yang diidamkan bagi semua orang. Kita menyebut kata pergi jika ingin ke tempat lain tapi jika ingin ke rumah kita menggunakan kata pulang.

Ada sebuah syair yang menyebutkan betapa seringnya orang mengunjungi banyak tempat di dunia ini tetapi tempat yang paling dia rindukan tetap adalah tempat tinggalnya yang pertama.

Kebetulan saya tinggal di tempat yang jauh dari tempat tinggal saya yang pertama. Saya mengetahui dengan pasti betapa menyiksanya mempunyai dua rumah sekaligus. Jika saya berada di rumah yang satu saya akan memikirkan rumah yang lain. Dan itu menimbulkan rasa nglangut yang menimbulkan rasa sedih yang terkadang tidak mampu saya tahan. Menurut saya ada banyak daya tarik di rumah. Tempat yang familiar dan tidak berbahaya mungkin hanyalah salah satunya.

Dulu, saat saya pertama kali menempati tempat tinggal baru, ketika bangun tidur saya bahkan lupa harus berjalan ke arah mana untuk ke kamar mandi. Saya juga sering masuk ke pintu yang salah. Kebetulan semua pintu di tempat tinggal saya yang baru mempunyai bentuk yang kelihatan sama persis di mata saya. Saya akui saya punya orientasi tempat yang sangat payah. Saya tidak bisa mengingat jalan dengan baik.

Tapi satu hal yang sangat mengganggu adalah ketika malam hari. Saya takut pada kegelapan, saya biasa membuka jendela dan memandang lampu-lampu di kejauhan. Itu bukan kebiasaan yang baik, saya mengakuinya, terutama karena ada efek sampingnya. Melihat lampu-lampu di kejauhan yang berasal dari rumah-rumah penduduk saya membayangkan keluarga yang menyalakan lampu itu, membayangkan mereka duduk bersama di meja makan atau di depan perapian dan saling bercerita satu dengan yang lainnya sebagaimana umumnya keadaan sebuah rumah. Membayangkan itu semua, di tempat yang jauh dan asing, saya merasa seperti mau mati saking sedihnya.

Tapi itu semua sebelum saya menyadari hal yang paling penting dari esensi sebuah rumah. Rumah adalah tempat dimana orang yang kita cintai berada. Rumah adalah tempat dimana hati kita berada. Menyadari hal itu saya tidak lagi merasa terlalu larut dalam kesedihan sekalipun saya tetap merindukan banyak hal di luar sana.

Selasa, 20 November 2007

LAKI-LAKI ITU SEPERTI SEPOCI TEH


Entah untuk keberapa kalinya saya menonton film Anna and The King. Ini adalah film kesukaan saya yang diperankan oleh aktris favorit saya, Jodie Foster. Setting film ini di Thailand. Pemandangan hutan, area persawahan, sungai dan lautnya sangat indah.

Film ini dibuat berdasar kisah nyata. Anna Leonowens datang dari Inggris untuk menjadi guru bagi anak-anak raja Siam. Dia seorang wanita yang terpelajar dan berkarakter kuat. Film ini penuh dengan percakapan yang cerdas antara Anna dengan King.

Dalam salah satu dialognya King berkata "Aku tidak mengerti bagaimana seorang pria bisa merasa cukup hanya dengan seorang wanita saja." Raja mempunyai banyak wanita. Sementara menurut Anna "Pria dan wanita harus menjalin hubungan yang suci di antara mereka." Dia seorang janda yang terus menyimpan cinta yang mendalam pada mendiang suaminya. Dalam satu hal itu mereka tidak saling memahami.

Saya rasa saya juga tidak bisa memahaminya. Bagaimana mungkin orang bisa mencintai dua hal yang dalam hidupnya punya fungsi yang sama (sebagai istri/kekasih) pada waktu bersamaan dan berpikir it's okay?

Dulu, saya lupa siapa yang mengatakannya, saya pernah mendengar ungkapan ini: Laki-laki itu seperti sepoci teh yang terisi penuh sementara wanita seperti cangkir teh yang kecil mungil. Biarpun telah dituang ke dalam satu cangkir hingga penuh, teh dalam poci itu masih cukup banyak sehingga perlu dituang ke dalam cangkir yang lain.

Well, saya tidak begitu banyak mengenal pria. Di antara yang tidak banyak itu hampir semuanya bisa disebut sebagai gentlemen sejati. Tapi jika ada yang mengatakan pria adalah masalah bagi wanita sejak awal jaman nah itu saya setuju.