Senin, 12 Januari 2009

KETIKA SAYA "MEREMEHKAN" PEKERJAAN PEREMPUAN

Katherine Webler adalah wanita berdarah campuran Jerman dan Rumania. Selama dua tahun ini dia merawat saya. Saya tidak bisa dipercaya kalau harus merawat diri saya sendiri. Itu kata orang terkasih saya. Apa alasannya saya tidak begitu jelas.

Katie pintar mengurus rumah. Dia dapat menjaga buku-buku saya dari debu dan makhluk kecil yang suka tinggal di dalamnya, sesuatu yang tidak bisa saya lakukan tanpa mengomel. Masakannya lumayan enak. Goulash buatannya bisa menimbulkan reaksi adiktif alias bikin ketagihan. Sifatnya yang menonjol adalah tidak suka ikut campur urusan orang.

Salah satu kebiasaan Katie yang tidak bisa saya mengerti hingga sekarang adalah menjahit kain perca. Sementara saya menghabiskan waktu luang dengan berkeliaran kesana kemari dengan kamera saya, Katie akan duduk di dekat jendela dan mengerjakan jahitannya. Potongan-potongan kain warna warni dia simpan di sebuah kantung, semacam tas dari kain belacu, sungguh mengherankan bagaimana cara dia menghafal potongan-potongan kain yang dia simpan. Saya curiga dia bahkan hafal jumlahnya. Kain-kain itu dia beli dari pasar, kira-kira 15 menit dari rumah naik sepeda, kadang-kadang dia dapat setelah menawar habis-habisan. Di pasar dia terkenal sebagai "wanita berbadan subur yang menawar harga paling murah untuk mendapatkan barang terbaik" he he he...

Sebenarnya saya senang mengerjakan macam-macam pekerjaan khas wanita seperti memasak, menjahit, menyulam dan lain-lain. Tapi saya mengerjakannya karena saya suka bukan karena saya tidak ada pekerjaan lain. Jadi kalau dalam satu waktu saya disuruh memilih antara menulis, jalan-jalan di luar sambil memotret atau pekerjaan khas wanita maka saya akan memilih meninggalkan pekerjaan khas wanita itu.

Saya sempat memandang pekerjaan yang dilakukan Katie dengan kain-kain warna warni itu adalah pekerjaan yang mudah, jenis pekerjaan yang lebih memerlukan waktu dan kemauan daripada memakai kecerdasan.

Suatu hari saya menemukan bahwa saya salah besar.

Hari itu cuaca buruk, menghalangi siapapun untuk keluar rumah. kebetulan saya juga sedang flu. Saya sudah minum sup herbal yang katanya manjur untuk flu tapi saya masih pilek juga meski sudah berkurang parahnya.

Saya duduk di sofa dan melihat Katie menjahit. Kelihatannya Katie mau membuat selimut dengan ukuran kira-kira 90 x 80 inci, dari kain katun warna krem, kain satin merah dan hijau dan kain lain yang saya tidak tahu jenisnya berwarna kuning dan cokelat. Melihat saya memandanginya Katie berkata, "Kenapa tidak mencoba membuatnya? Ini manjur untuk menghilangkan stres." Sebenarnya waktu itu dalam hati saya mengomel, persis seperti omelan Anne dalam novel Anne of Green Gables: I do not like patchwork. I think some kinds of sewing ould be nice, but there's no scope for imagination in patchwork. It's just one little seam after another and you never seem to be getting anywhere.

Tapi entah karena provokasi Katie atau karena saya memang ingin membuktikan bahwa pekerjaan yang tidak memakai kecerdasan itu benar, maka saya pun mencoba membuatnya. Kebetulan saya punya banyak kain sisa menjahit. Saya memilih kain satin warna merah anggur dan kain motif daun warna senada. Katie sedang mengejakan pola bunga-bunga di dalam keranjang. Saya kira dia akan mengajari saya membuat pola itu tapi katanya seharusnya saya membuat pola sederhana seperti log cabin. Itu membuat saya jengkel, saya cukup tahu teknik menjahit, dan log cabin itu kelihatan cuma seperti kotak-kotak yang disambung dan sama sekali tidak menarik. Lalu Katie menunjukkan macam-macam pola yang jelas mengacu pada pola untuk pemula. Saya memilih card trick. Pola itu sederhana dan mudah dan menghasilkan bentuk yang menarik. Polanya cuma terdiri dari dua buah segitiga siku-siku besar dan sebuah segitiga siku-siku kecil separo ukuran yang besar.

Untuk pertama saya membuat ukuran 30 x 30 inci, dengan menjahit pengulangannya ukurannya akan bertambah nantinya. Saya merasa yakin dapat menyelesaikannya dalam waktu kurang dari satu jam dengan dijahit tangan.

Ternyata membuatnya lumayan susah. Menyambungkan satu potongan kain dengan potongan kain yang lain ternyata memerlukan perhatian khusus. Saya merasa benar-benar menyesal telah meremehkan pekerjaan itu.

Saya baru menyadari kalau tidak ada satu pun dari pekerjaan wanita yang bisa disebut benar-benar mudah, betapapun itu terlihat sepele dan dapat dikerjakan sambil lalu. Pekerjaan wanita, meski itu cuma mengepel lantai atau membuat sup, selalu memerlukan ketekunan, rasa cinta dan tentu saja cita rasa seni.

2 komentar:

Unknown mengatakan...

satu hal yang akan menjauhkan seseorang dari kehangatan seorang teman adalah penghargaan dan pengakuan.

yuni kristianingsih pramudhaningrat mengatakan...

terima kasih sudah membaca blog saya.
memang benar, Muham.
kadang-kadang apa yang kita rasakan lebih baik hanya dirasakan saja daripada membahasnya panjang lebar yg malah meredupkan perasaan itu