Sabtu, 23 November 2013

THE FOUNTAIN OF YOUTH




Kebanyakan orang memiliki rencana masa depan. Umur 17tahun pergi dari rumah untuk kuliah, umur 21tahun lulus kuliah, umur 22tahun mendapat pekerjaan, umur 24tahun menikah, umur 26tahun pergi ke luar negeri untuk melanjutkan pendidikan, umur 35tahun memiliki empat orang anak dan sebuah perusahaan yang berkembang.... seperti itu

Anehnya, saya tidak begitu. Jika ditanya akan seperti apa kau tiga tahun yang akan datang, saya tidak punya bayangan sama sekali. Bukan karena saya tidak melakukan apa-apa. Saya melakukan banyak hal setiap harinya. Tapi karena bagi saya waktu selalu berhenti pada sekarang. Saya melakukan segala sesuatu dengan semangat orang yang tidak akan hidup sampai besok pagi, dan ketika saya masih menemui esok pagi itu saya menganggapnya sebagai keberuntungan,mengulangi prinsip yang sama seperti hari kemarin dan biasanya tidak menyesali apapun.

Saya menyadari saya telah tumbuh dari bayi menjadi gadis lalu seorang wanita. yang sangat jarang saya sadari adalah fakta bahwa saya menua. Saya tidak tahu kenapa saya begitu. Mungkin jiwa saya telah berhenti tumbuh pada usia remaja.

Tidak ada satu makhluk atau benda apapun di dunia yang bisa lepas dari gerusan waktu. Beautiful things only grow to a certain height, and then they fail and fade of, kata Fitzgerald. Menyedihkan tapi kebanyakan fakta memang begitu.

Mungkin itulah kenapa keabadian adalah khayalan paling populer yang dimiliki semua orang. Keabadian dianggap sebagai penyelesaian dari rasa sakit dan penderitaan akibat keterkaitan antara tubuh dan waktu.

Entah kenapa dalam berbagai kebudayaan keabadian dicapai setelah memakan atau meminum sesuatu. Mungkin karena anggapan bahwa tubuh yang selamat dari gerusan waktu adalah ciri mutlak keabadian. Dalam budaya Jawa ada pelem pertangga jiwa dan jambu dipa nirmala yang apabila dimakan seseorang akan berhenti marasa haus dan lapar selama-lamanya. Di Yunani ada nectar dan ambrosia yang jika dimakan manusia biasa dia akan selamat dari kematian. Di bagian Eropa yang lain ada mitos lain yang berhubungan dengan kehidupan abadi yaitu the fountain of youth.

Saya suka sekali sumber air dan sering melamunkan hal-hal indah jika berada di dekatnya, meskipun selama hidup saya baru beberapa kali mengunjungi sumber air. Saya menganggapnya romantis.

Dalam catatan sejarah dapat ditemukan kisah mengenai pelaut Spanyol yang mencari dan menemukan the fountain of youth walaupun kebenarannya masih diperdebatkan para ahli sejarah.

Dikisahkan meminum air dari sumber air itu akan menjadikan seseorang kembali muda. Bagaimana tekniknya itu yang agak mengkhawatirkan. Bagaimana jika menjadi muda kembali itu memerlukan ritual yang mengerikan, bagaimanapun jika sebuah aturan dilanggar, alam, dengan berbagai cara, akan mencari bentuk keseimbangan lain, memunculkan sesuatu yang buruk dan jahat misalnya.

Kalau saya, yang saya khawatirkan, jika meminumnya saya kembali muda dan menjadi sama bodohnya seperti saya yang dulu. Saya masih bodoh sekarang tapi tentu saja tidak separah saya yang dulu. Saya pikir jika ada seseorang yang memberi saya guci berisi air dari the fountain of youth saya tidak akan seperti Alice yang makan dan minum sesuatu hanya karena terdapat tulisan eat it dan drink it. Saya mungkin akan meragukannya setiap waktu dan diam-diam memeriksa apa kandungan air itu. Saya menyukai diri saya yang sekarang dan menertawakan orang-orang yang bermimpi mendapat keabadian. Dunia bukanlah tempat yang menarik untuk hidup selamanya. Kalau mengutip kata-kata Jack Sparrow ( well, I am a pirate’s fans ) the world is still the same. There’s just less in it. Beberapa hal yang saya cintai telah hilang dari dunia ini dan sebenarnya dunia telah berubah menjadi membosankan jauh lebih cepat dari yang saya duga.

Tapi ada saat-saat tertentu ketika saya benar-benar ingin meminum air dari the fountain of youth. Beberapa waktu lalu seorang anak asuh saya mengirimi saya foto, dia berdiri dengan gagahnya di depan papan nama universitasnya dengan jas almamater biru tuanya. Saya tiba-tiba merasa tua. Beberapa tahun yang lalu saya dengan jas almamater serupa mengajar di kelasnya sementara dia masih anak kecil yang selalu membawa kotak krayon di dalam tas rangselnya. Dalam suratnya dia mengatakan dia telah diterima di fakultas yang dia sukai, tingginya sekarang seratus tujuh puluh dua sentimeter dan akan mendapat nilai A untuk semua mata kuliah pertama yang dia ambil. ‘Nanti kau harus memberi aku hadiah’, katanya. Entah kenapa begitu masuk SMA dia berhenti memanggil saya ‘Bu’. Disuruh memanggil ‘Mbak’ pun dia menolak. Barangkali karena dia merasa tubuhnya telah jauh lebih tinggi dan lebih besar dari saya. Sebenarnya saya tidak memiliki masalah dengan memperhatikan orang-orang yang lebih muda usianya. Saya menghormati dunia mereka dan berharap mereka juga melakukan hal yang sebaliknya. Sebagai orang dewasa saya biasanya memperlakukan mereka sebagai obyek kasih sayang atau sesuatu untuk dijaga. Tapi melihat kulit mereka yang cemerlang dan energi yang berlimpah dari badan mereka saya merasa agak terganggu. Mungkin iri lebih tepatnya.

Saya juga ingin meminum air itu setiap saya menemui hal-hal menarik untuk dipelajari seperti misalnya arkeologi atau saat saya ingin menciptakan sebuah karya seni yang detail dan rumit pengerjaannya. Menyadari bahwa waktu hidup saya terbatas dan saya harus melakukan pilihan-pilihan, yang paling penting di antara banyak hal yang penting terkadang membuat saya sangat kesal dan merupakan satu-satunya fakta tak terbantahkan yang bisa membuat orang yang paling bersemangat di dunia pun kehilangan semangatnya dalam waktu sedetik.

Kalau benar-benar dicari mungkin saja the fountain of youth itu benar-benar ada. Barangkali sumber air murni yang mengandung sejumlah mineral yang bermanfaat bagi tubuh. Tapi mungkin saja itu hanyalah khayalan dari orang-orang yang sama putus asanya terhadap waktu sama seperti saya.

Tidak ada komentar: